Cerpen Laskar Pemikat

Cerpen berdasarkan kisah nyata dengan sentuhan kegaringan

Friendsterku

Sabtu, 11 April 2009

Laskar Pemikat Edisi 1

LASKAR PEMIKAT DAN HANTU SEMINAR

(Wildan Mishbahuddin)

edisi pertama


“Ayo sodok yang keras,” ucap agil tegang.

“Agak kanan sedikit nyodoknya, pasti masuk,” Wildan berkomentar.

”Ah, Rohmat itu gak bisa ngalahin sodokan gua!” ucap Tomo agak menyombong.

”Hah... belom tau dia sodokan gua!” Romat menimpali.

“Cepet dong, Mat, disodok,” kali ini Wahyu angkat bicara.

Mata mereka semua tertuju pada layar monitor komputer. Rohmat dan Tomo sedang asyik bermain biliyar digital di komputer rupanya. Sekumpulan mahasiswa yang tergabung dalam Laskar Pemikat alias Laskar Pemburu Sertifikat ini sering sekali berkumpul di basecamp untuk sekedar menunggu jam mata kuliah kosong. Blok B 19 C itulah basecamp mereka. Walaupun muka Romat terlihat nelangsa, Agil agak pikun, apalagi Wildan yang cenderung saru, Tomo botak yang bertampang preman tapi ternyata sangat soft dalam hal musik (hatinya pink gitu lho), dan satu lagi, Wahyu yang sangat alim dan biasa mandi dzunub bila disentuh wanita. Namun, mereka semua memiliki loyalitas kepada sesama kawan, memiliki kedisiplinan yang tinggi dan rajin menabung.

Crot...teretet...gabrut, HP Wildan berbunyi.

“Cuy, ada sms nih dari agen IS (Info seminar),” ucap Wildan setengah berteriak.

Kepada garda inti laskar pemikat, ada seminar lho tanggal 11 Januari di gedung Cine Club tentang aliran linguistik tagmemik. Sebarkan ke semua garda laskar, coz ada sertifikat nasionalnya. Pendaftaran 100.000, bisa dicicil. Salam sayang: Tika

Tomo: ”Wah, asyik nih, 5 hari lagi ada semenong,”

Rohmat: “Asyik pala lo gundul.”

Tomo: “Emang.” (sambil mengelus kepala botaknya)

”Kas laskar pemikat tinggal 1.100.000 lagi sedangkan anggota laskar pemikat ada 17 orang, lo mau nombokin?” lanjut Rohmat yang menjabat menjadi bendahara inti.

”Kan bisa di cicil,” Tomo sedikit berargumen.

”Gimana nih, Ketua?” tanya Wahyu pada Wildan.

”Besok kita rapat, ya! Gua gak mau otopet,” jawab Wildan.

”Otoriter maksud lo?” Agil coba membenarkan.

”Eit, gua ketua! Gua bilang otopet ya otopet!”

”Katanya gak mau otoriter, tapi naudzubilah keras kepalanya,” gumam Agil lirih.

Setelah melakukan sidang pleno selama tiga hari dengan mengundang semua anggota laskar pemikat, serta beberapa aparat keamanan dan ketua RT, akhirnya diputuskan bahwa mereka akan membayar setengah harga walau harus duduk dilantai. Sedih, ya? Mempertaruhkan harga diri bagi mereka bukan masalah, asalkan dapat sertifikat.

***

”Tom, pantat gua keram.”

”Sabar, Mat! Gua aja yang pantatnya disemutin diem aja. Seminarnya Cuma 4 jam kok.”

Btw, pembicaranya siapa ya? Kok kita mau aja ya duduk di bawah, belakang lagi. Pemandangannya cuma kaki-kaki peserta seminar lain.” protes Wahyu.

”Cuy, ada yang mau ikut ke toilet gak?” tanya Widan tiba-tiba.

”Gua,” ucap Wahyu, Rohmat, Agil, dan tomo serentak.

”Bete..bete..ah disini. Mending ke toilet,” ucap Rohmat.

Merekapun bersama-sama pergi ke toilet. Lima orang dalam satu toilet kecil. Kaya apa kali. Bisa kalian bayangkan? (Mending jangan dibayangin. Amit-amit).

”Eit, lo mau ngapain?” tukas Wahyu.

”Ayolah, barengan. Sekamar mandi berdua aja. Gak apa-apa deh lo yang nungging,” jawab Wildan yang hendak menyerobot masuk ke kamar mandi bersama Wahyu.

”Nungging? Maksud lo?”

Tiba-tiba Rohmat merasa bulu keteknya merinding. Suasana terasa lain dari biasanya. Ternyata, hal itu dirasakan oleh kelima orang aneh itu. Firasat mereka tidak enak. Clak...clak...

Terdengarlah suara gemericik air dari sebuah keran dari kamar mandi yang pintunya terkunci. Perlahan mereka mendekati dengan mengendap-endap seperti James Bound yang hendak menyadap pembicaraan Madona.

”Apaan tuh?” teriak Wildan sok Jaja Miharja sambil menunjuk ke belakang mereka.

Terlihat seorang lelaki berambut gondrong berdiri dipojokan ruangan sambil terus tertunduk. Wajahnya pucat dan kakinya tidak menapak ditanah. Terlihat matanya yang serba putih saat menoleh kearah mereka dengan sedikit mengeram.

”Argggg,” Tomo menjerit dengan nada tinggi sambil memeluk Wahyu.

”Masya Allah, Subhnallah, Walhamdulillah, Allahu Akbar, Amin..” Wahyu malah komat-kamit tidak karuan.

”Kamu siapa? Dengan siapa? Semalam berbuat apa?” Agil yang ketakutan spontan bernyanyi.

Rohmat hendak berlari, namun saking tegangnya, tanpa sadar ia malah melakukan gerakan senam poco-poco.

Terdengarlah suara dari hantu itu.

”Tenang bung, gua adalah hantu seminar yang datang setiap ada seminar. Nama gua Fizian Yahya. Dulu saya adalah mahasiswa yang sangat senang mengikuti seminar. Hingga akhirnya gua mati gara-gara keselek tulang ayam. Dont try this at home. Sekarang gua gak bermaksud menakuti kalian.”

”Terus lo mau ngapain?” Agil memotong pembicaraan hantu itu.

”Oh iya, gua mau ngapain ya? Nanti deh gua balik lagi kalau udah inget. Dadah, asalamuaikum,” ucap setan itu sebelum kemudian pergi.

***

Setelah mereka keluar dari toilet, sebelum duduk, mereka kembali melihat hantu yang sama.

”Itukan hantu tadi,” Wildan menunjuk ke belakang pembicara seminar.

Hantu itu melambai-lambaikan tangan pada mereka.

”Ya ampun, hantu narsis!” ucap Wahyu sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Dalam sekejap mata, hantu itu menghilang dari pandangan kelima anggota laskar pemikat.

Tiba-tiba Tomo merasakan ada yang menepak pundaknya. Serentak mereka menoleh ke belakang. Hantu Fizian rupanya. Sejak tadi tak pernah terlihat senyum dari hantu Fizian. Mukanya sebenarnya menyeramkan, namun terlihat bodoh.

”Gua mau daftar jadi anggota laskar pemikat,” ucap hantu itu.

”Oh.... Biaya pendaftrannya 20.000.” ucap Wildan menanggapi.

”Gua gak punya duit kecil.”

”Duit gede juga gak apa-apa. Ada kembaliannya.”

“Duit gede juga gak punya.”

”Itu sih namanya kagak punya duit.”

”Ya udah, kagak jadi deh daftarnya.” ucap hantu itu setengah kesal dan kemudian pergi.

***

Tak dinyana keberdaan Laskar Pemikat telah populer di dunia ghaib. Laskar yang baru disyahkan satu tahun lalu oleh lima orang pemuda peduli masa depan yang kini menjadi garda inti laskar pemikat ini telah mengikuti berbagai seminar di berbagai kota. Selain orientasi pada seminar, para anggota laskar pemikat pun kerap direkomendasikan mengikuti lomba-lomba yang memiliki fasilitas sertifikat (so pasti).

Sesampainya di basecamp, sepulang seminar.

”Hari ini cape bener ya? Mana ketemu hantu aneh,” gumam Wildan.

”Udahlah gak usah dipikirin, yang penting kan ini!” ucap Tomo sambil mengipas mukanya dengan sertifikat.

”Wah, sekarang berarti sertifikat gua udah ada 50-an. Banyak juga ya?” ucap agil mengira-ngira.

Setelah lama berbincang, Wildan mulai merasa ada yang aneh.

”Satu... dua... tiga... empat... lima... enam. lho kok ada enam?” Wildan menghitung jumlah mereka.

“Satu... dua... tiga... empat... lima... enam.” Wildan mengulangi lagi.

Setelah itu baru lah mereka sadar ada yang tidak beres.

“Kamu siapa?” tanya agil pada wanita yang duduk disebelahnya.

Rambut wanita itu menutupi wajah. Gaunnya berwarna putih. Kuku jari yang sangat panjang. Kulitnya berwarna kuning pucat serta terlihat percikan darah pada gaunnya.

“Saya Wening, mau daftar anggota laskar pemikat Hihihihihihihii hihihihhihihihi

hihihihih uhuwk (batuk berdahak).”

2 komentar: