Cerpen Laskar Pemikat

Cerpen berdasarkan kisah nyata dengan sentuhan kegaringan

Friendsterku

Sabtu, 11 April 2009

AH.....

AH...
(Wildan Duasisi)

Janggut Malaikat maut tergerai di tanah kami
Gigi gingsul mereka menancap di pundak di urat dan nadi yang kemarin masih berdenyut
Memaksa tanpa pilihan – menelan lumpur-lumpur dari deras air liur Situ Gintung

Kami punya kafan
Tapi tak cukup banyak menutupi mayat-mayat malu tak berbusana
Lahan tak luas menampung jasad mati anak kami
Nyawa seharga keping batu yang pecah musim ini

Aku bertanya entah pada siapa – dimana anak langit yang menjaga sekotak negeri?
Kemana seharusnya air kencing bumi itu mengalira?
Tak seharusnya air bah bangunkan kami malam itu

Harus pada siapa kami meninju dada?
Apakah langit yang cengeng?
Atau bumi yang tolol?
Atau tanggul yang rapuh?
Atau perut buncit mayat ini?

Begitu cepat ijroil bermain tangan
Selepas nyawa, Ah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar